Home / Riau / Kisah Seorang Ibu Dua Anaknya Sakit Hemofilia
Kisah Seorang Ibu Dua Anaknya Sakit Hemofilia
Duri (katakabar) - Siang itu, Pekan ke Tiga Januari 2019. Matahari cukup terik, cahayanya menembus lorong lorong sempit kehidupan di kolong langit daerah "Mutiara Hitam" nama lain dari Duri sebuah daerah yang memiliki Empat Kecamatan, Mandau, Pinggir, Bathin Solapan dan Talang Muandau di Jalur Lintas Utara Sumatera.
Ragam kisah kehidupan anak manusia berlatar profesi berjuang melakukan peran masing masing di kawasan Gerbang Permata, nama yang baru disematkan untuk daerah Duri dengan penduduk cukup padat, telah mencapai Tiga Ratusan Ribu jiwa menyebar dari pelosok desa hingga kawasan kota.
Dari Tiga Ratus Ribu jiwa penduduk Duri, mereka jumlahnya tak banyak hanya sekitar sepuluhan orang yang menderita sakit Hemofilia.
Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Ada Hemofilia A, timbul karena ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII FVII dan Hemofilia B yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX FIX.
Mereka dan keluarga penderita Hemifilia mesti berjuang boleh jadi hingga akhir hayat melawan sakit tak mengenal usia.
Adalah seorang ibu, warga Kelurahan Babussalam, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis bernama Eriyanti umur 40 Tahun sudah berjuang Tiga Belas Tahun belakangan demi Dua orang anak laki lakinya yang menderita sakit Hemofilia.
Di kantor Satgas P2TP2A Duri, Kecamatan Mandau di kawasan gedung LAMR Kecamatan Mandau di Jalan Hang Tuah Duri. Eriyanti menceritakan kisahnya kepada katakabar.com Sabtu 19/1 siang kemarin
Anakku Empat orang, Dua perempuan dan Dua laki laki. Dua orang anakku yang laki laki menderita sakit Hemofilia sedang, Dua orang anakku yang perempuan tidak menderita sakit Hemofilia.
"Yosua umur 17 Tahun dan Yobel baru umur 10 Tahun yang menderita sakit Hemofilia", kata Eriyanti matanya berkaca kaca.
Sakit Hemofilia yang di derita Yosua, diketahui saat masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Saat itu, Yosua mengalami pendarahan di bagian gigi terus di bawa berobat. Dari hasil diagnosa para medis, putraku paling tua mengindap sakit Hemofilia.
Sementara, Yobel sejak lahir sudah di vonis menderita sakit Hemofilia. Itu sebabnya, perjuangan untuk membiayai Dua anakku yang menderita sakit Hemofilia tak terasa sudah hampir 13 Tahun lamanya.
Cerita Eriyanti, dulu obat Hemofilia belum ada. Obatnya darah putih atau plasma yang disuntikkan ke dalam tubuh dan obat lainnya crayo sama sama disuntikkan juga ke dalam tubuh.
Tapi, belakangan obat bagi penderita Hemofilia sudah ada. Cara pengobatan tetap disuntikkan ke dalam tubuh si penderita.
Tapi, harga obat Hemofilia tidak murah. Sekali berobat biayanya cukup mahal mesti mengeluarkan dan merogoh kocek Jutaan Rupiah. Itu sekali berobat ke rumah sakit.
Walau obat mahal Kata Eriyanti, demi anak anakku gimana pun saya harus berjuang. Apa pun pekerjaannya yang penting halal dikerjakan meski pekerjaan tidak ada.
"Obat merupakan kebutuhan pokok untuk anak anakku yang sakit Hemofilia. Jika tidak berobat dan obat tidak disuntikkan ke dalam tubuh fatal akibatnya seperti, ketahanan dan daya tahan tubuh terus menurun dan lemas".
Melihat kondisi anak, ibu mana yang tega saat anak kesakitan karena kehabisan duit untuk berobat. Demi biaya anak anak berobat, apa pun saya lakukan untuk menghasilkan uang yang penting halal, ujarnya lagi sambil menarik nafas panjang.
Perjuangan ibu dari 4 orang anak tidak mudah, suaminya sebagai tulang punggung keluarga menderita sakit pula meski bukan penyakit yang sama dengan ke Dua orang putranya.
Eriyanti tetap tegar dan terus berjuang untuk anak anaknya khusus kepada Dua putranya yang menderita sakit Hemofilia.
"Apa yang kami miliki, semua sudah habis terjual demi membiayai Dua orang anakku berobat ke rumah sakit selama Tiga Belas Tahun belakangan ini. Itu tak masalah asal anak anakku bisa berobat".
Setelah semua habis terjual demi berobat Dua orang putranya, Eriyanti dan keluarga mesti menghadapi himpitan ekonomi.
Dua putranya mau di bawa untuk berobat duitnya dari mana, kalau pun dapat duit dari hasil kerja seharian hanya cukup buat biaya membeli kebutuhan sehari hari.
"Uang buat ongkos dari Duri ke Pekanbaru mau membawa berobat anak tidak ada. Apalagi anak di rawat, duitnya dari mana belum lagi biaya buat makan selama mendampingi anak selama di rawat".
Kehabisan duit untuk biaya Dua putranya berobat, Eriyanti tak putus asa. Perempuan ini mencari obat alternatif buat ke Dua putranya.
Jika sakit Dua anaknya kumat, Vitamin K disuntikkan tergantung kondisinya bisa per Satu jam dilakukan lantaran Hemofilia jenis penyakit sensitif dan langka.
Masih Eriyanti, selama berobat ke rumah sakit milik Pemerintah, pelayanan tidak ada masalah tapi khawatir terhadap ketersediaan obat yang sangat di butuhkan.
Program BPJS sangat membantu. Saya Takut kehilangan anak apalagi sudah sering masuk ruang ICU.
Hidupku Untuk Anakku. Bantuan dari Pemerintah dan dari pihak pihak ke tiga yang lebih baik secara ekonomi ya sejenis bapak angkat sangat diharapkan
Selaku orang tua, penderita Hemofilia jangan hanya tamat jenjang SMA. Kalau bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar punya pekerjaan yg layak bukan pekerjaan berat seperti, kuli bangunan dan lainnya sebab penyakit yang diderita yang sakit tidak bisa bekerja berat karena sangat sensitif.
Salud kepada Eriyanti, ketegaran dan kesabaran serta perjuangan tak kenal lelah. Bahkan, tidak hanya Dua putranya yang diperjuangkan. Penderita penyakit yang sama turut diperjuangkan.
Jika penderita Hemofilia yang lain notabene bukan kelaurga kehabisan obat, ibu Yosua dan Yobel rela memberikan obat mestinya buat anaknya yang sangat membutuhkan.
Seorang petani, warga Duri, Kecamatan Pinggir Muklisin umur 29 Tahun sudah beristri dan punya seorang anak perempuan, penderita sakit Hemofilia pernah dibantunya.
Cerita Muklisin, penderita Hemofilia menjalani kehidupan hari hari mengurangi gerak seperti, duduk duduk dan banyak istrihat serta tidak bisa kerja berat.
Singkatnya, setelah punya keluarga pekerjaan berat dan ringan mau tak mau mesti dilaksanakan untuk memenuhi nafkah dan biaya hidup keluarga.
Kami punya masalahnya terkait keterbatasan obat, selama berobat normal dengan suntik sebagai perlindungan tubuh dan merupakan kebutuhan pokok dalam tubuh agar bisa melaksanakan aktivitas.
"Obat sdah Tiga Bulan belakangan sejak Oktober 2018 hingga kini. Saat ini menahan rasa sakit yang luar biasa", katanya tertunduk lesu.
Menurut Ketua Satgas P2TP2A, R Amran D, Pemerintah mesti punya kepedulian kepada penderita sakit Hemofilia. Derita mereka bukan hanya soal sakit tapi berjuang hidup ragam pekerjaan dijalani untuk memenuhi hidup dan membiayai buat berobat.
Dalam Undang Undang Perlindungan Anak, kesehatan dan pendidikan jangan sampai terabaikan. Kepada penderita di imbau, jangan bekerja yang beresiko tinggi.
Terkait penyakit Hemofilia informasinya tidak menular. Para medis harus menjelaskan ini ke masyarakat biar penderita tidak tersisih dan tidak mengalami psikososial karena di bully orang orang tertentu, sebutnya.
Komentar Via Facebook :