Home / Hukrim / 5 Kasus Penganiayaan dan Penggelapan Diselesaikan dengan RJ, Ini Alasannya
5 Kasus Penganiayaan dan Penggelapan Diselesaikan dengan RJ, Ini Alasannya
Jakarta, katakabar.com - Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (TP Oharda) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) Nanang Ibrahim Soleh, menyetujui 5 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Senin (13/5).
Kelima kasus itu di antaranya, pertama tersangka atas nama Alfian Haris bin Suyatno dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Kedua, tersangka Gio Fernandes alias Andes bin Syahbudin dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Ketiga, tersangka Ewin Saputra Siburian alias Ewin dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan jo. Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Keempat, tersangka Oyorlis Boi bin (Alm) Mulianis dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Kelima, tersangka Cherolus Pelealu dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Nanang menjelaskan ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan untuk menyetujui penyelesaian kasus secara Restoratif Justice (RJ) itu.
"Alasan pertama, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Kedua tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tidak pidana," jelas Nanang.
Kemudian, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun. Tersangka juga berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
"Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, serta sejumlah alasan lainnya," jelasnya.
Selanjutnya, Direktur Tindak Pidana Oharda memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Komentar Via Facebook :