Home / Tekno / Fakultas TIN FATETA IPB University Kerja Sama BPDPKS Taja Workshop Karbonisasi TKKS
Fakultas TIN FATETA IPB University Kerja Sama BPDPKS Taja Workshop Karbonisasi TKKS
Pekanbaru, katakabar.com - Fakultas Teknologi Pertanian IPB University kolaborasi dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) gelar workshop Karbonisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Pemanfaatannya sebagai Pupuk Organik untuk Substitusi Pupuk Kimia pada Perkebunan Kelapa Sawit, di Hotel Novotel Pekanbaru, Jalan Riau, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru, pada Selasa (14/11) pagi.
Acara yang dipandu dua moderator, yakni Dr. Ir. Mira Rivai. STP. MSi dari Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), IPB University serta Dr Vonny Indah Sari, STP, MP deri Universitas Lancang Kuning ini, menghadirkan beberapa nara sumber yang kompeten dibidangnya, seperti Prof. Dr. Erliza Hambali, Kepala Divisi Teknologi Proses, Program Studi Teknik Industri Pertanian, IPB University.
Lalu, Tom Zhang Beston China, Prof. Dr. Herdhata Agusta, Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB University, Ir. Muhammad Mubarak, Direktur PT BGA serta Prof. Dr. Erliza Hambali Ketua Pelaksana kegiatan workshop.
Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Workshop, IPB University, Prof Dr Erliza Hambali menjelaskan, pada industri perkebunan kelapa sawit, biaya terbesar yang dibutuhkan agar tanaman tumbuh dengan baik dan subur serta berbuah baik adalah pupuk.
"Biaya pemupukan sekitar 80 persen dari keseluruhan biaya operasional perkebunan," ujarnya dilansir dari laman nadariau.com, Selasa sore.
TKKS, kata Erliza, salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya pemupukan dengan substitusi pupuk kimia dengan bahan karbon hasil dari proses karbonisasi TKKS.
“Penggunaan karbon dari TKKS mampu menurunkan biaya pemupukan di perkebunan kelapa sawit sebesar 20 persen. Proses karbonisasi TKKS menghasilkan karbon atau arang sebagai produk utama 30 persen dan vinegar wood (asap cair) 6 persen dan tar 3 persen sebagai hasil samping,” terangnya.
Menurutnya, kandungan hara dan mineral yang terdapat pada karbon atau arang TKKS adalah N, P, K, Mg dan mineral lainnya. Hara dan mineral ini sangat diperlukan tanaman kelapa sawit untuk dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan buah sawit yang sehat dan relative besar.
Kelebihan pemanfaatan arang TKKS sebagai substitusi pupuk kimia dibandingkan kompos adalah pada kemampuannya yang sangat cepat dalam menyerap unsur-unsur hara dan mineral tanah.
Sedang, Vinegar Wood dapat dimanfaatkan untuk bahan pengawet produk-produk perikanan, bio desinfektan pada peternakan ayam. Sedangkan Tar dapat dimanfaatkan sebagai energy alternatif pada industri yang mampu menurunkan emisi CO2.
“Secara nasional luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2022 sekitar 15,4 juta hektar mampu menghasilkan TKKS sebesar 47 juta ton. Pemanfaatan TKKS secara komersial saat ini masih sangat terbatas, diantaranya untuk pupuk kompos, bahan bakar padat dan lainnya,” bebernya.
Rektor Universitas Lancang Kuning, Prof Dr Junaidi SS M Hum yang turut hadir pada workshop ini menyatakan dukungan dan mendorong dosen di Fakultas Pertanian untuk mendalami dan meneliti teknologi karbonisasi.
“Kita berharap teknologi ini bisa diterapkan di Riau, sebab di Riau perkebunan sawitnya terluas di Indonesia. Dosen-dosen di Fakultas Pertanian ULK terlibat dalam penelitian karbonisasi ini,” jelasnya.
Pembicara Workshop dari IPB University, Prof Herdata Agusta memaparkan penggunaan tandan kosong sebagai biocharge telah dilakukan penelitian secara mendalam baik di Indonesia maupun di luar negeri.
“Tapi, untuk skala yang teraplikasi baru akan dilaksanakan di PT PGA,” tuturnya.
Manfaat dari penggunaan TKKS ini, kata Agusta, selain mengurangi penggunaan pupuk unorganik, dapat pula memperpanjang umur unsur hara pada tanah.
“Karbonisasi ini selain berguna untuk menyuburkan tanah, memperbaiki kondisi tanah juga dapat mengurangi emisi lingkungan,” timpalnya.
Kompartemen Research GAPKI, Achmad Fathoni mengatakan, teknologi ini nanti akan menjadi sesuatu kebutuhan bukan lagi alternatif. Apalagi tujuan untuk menurunkan biaya produksi kelapa sawit. Biaya produksi paling tinggi dari pemupukan mencapai 70 persen.
"Kalau kita bisa menurunkan penggunaan pupuk unorganik itu, bisa menghemat biaya pemupukan mencapai hampir 20 persen,” tandasnya.
Komentar Via Facebook :