Home / Sumut / Hentikan Penuntutan Perkara dengan Pendekatan Humanis: Kajati Sumut Tidak Sekedar Kata
Hentikan Penuntutan Perkara dengan Pendekatan Humanis: Kajati Sumut Tidak Sekedar Kata
Medan, katakabar.com-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) memutuskan untuk menghentikan 24 perkara hingga pertengahan April 2024, dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice.
Keputusan ini diambil setelah diusulkan oleh Kajati Sumut Idianto, SH, MH kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Dr. Fadil Zumhana.
Menurut Kajati Sumut Idianto, proses penghentian penuntutan dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat.
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari 2,5 juta rupiah, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun penjara, dan yang terpenting adalah tersangka dan korban setuju untuk berdamai.
24 perkara yang dihentikan berasal dari berbagai daerah di Sumatera Utara seperti Kejari Gunung Sitoli, Kejari Asahan, Kejari Medan, Kejari Labuhan Batu, Kejari Langkat, Kejari Karo, Kejari Deli Serdang, Kejari Belawan dan Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli. Jenis kasus yang dihentikan antara lain penganiayaan, pencurian, dan kecelakaan lalu lintas.
Proses penghentian penuntutan ini dilakukan secara berjenjang dan diawasi oleh penyidik dari kepolisian, tokoh masyarakat, jaksa penuntut umum, dan kedua belah pihak keluarga tersangka dan korban.
Kesepakatan berdamai yang terjalin diharapkan dapat membuka ruang yang sah bagi kedua belah pihak untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Namun, selain dampak langsung tersebut, proses penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif dapat memberikan dampak yang lebih dalam pada masyarakat.
Sudah seharusnya penegakan hukum di Indonesia dijalankan secara humanis. Hal ini adalah prinsip utama dari restorative justice.
Keadilan restoratif tersebut bukan hanya sekedar memberikan pembenaran legal bagi orang yang melakukan kesalahan.
Tetapi, juga memberikan kesempatan pada pelaku untuk memperbaiki tindakannya, menyerap nilai-nilai kemanusiaan, dengan keterlibatan aktif dari pelaku, korban, dan masyarakat dalam suatu proses perbaikan yang dilakukan dengan saling menghargai dan menghormati.
Praktik restorative justice ini dapat membangun komunitas yang lebih harmonis dan aman bagi masyarakat.
Dengan mempertimbangkan semua ini, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif dapat dianggap sebuah langkah maju dalam menjalankan sistem hukum di Indonesia.
Proses ini dapat memberikan sanksi yang jauh lebih adil karena melibatkan pihak korban dalam mencapai penyelesaian.
Selain itu, pelaku yang melakukan tindakan pidana juga memperoleh kesempatan untuk melakukan tindakan perbaikan dan memperbaiki kemanusiaan pada dirinya, sehingga tidak terjadi lagi tindakan serupa di kemudian hari.
Kajati Sumut memimpin pelaksanaan pendekatan keadilan restoratif untuk memberikan pilihan alternatif bagi penyelesaian perkara.
Ini merupakan langkah yang sangat baik dari Kejati Sumut, namun bagi kita sebagai masyarakat, penting untuk memahami dan mengapresiasi praktik restorative justice sebagai upaya untuk mewujudkan sistem hukum yang lebih humanis di Indonesia.
Komentar Via Facebook :