Home / Sawit / Ini Penghampang ISPO, Dr Tungkot S: Pemerintah Segera Bereskan Masalah
Ini Penghampang ISPO, Dr Tungkot S: Pemerintah Segera Bereskan Masalah
Jakarta, katakabar.com - Pakar sawit nasional, Dr Tungkot Sipayung, menyebutkan ada dua persoalan jadi kendala realisasi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kendala tersebut, yakni legalitas lahan perkebunan khususnya perkebunan sawit rakyat, dan kepatuhan perusahaan menjalankan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
"Untuk sertifikasi ISPO, legalitas lahan dan kepatuhan pada peraturan perundangan harus clear," ujar Tungkot, pada Selasa kemarin.
Menurut Tungkot dilansir dari elaeis.co, pada Rabu (17/4), hingga kini pekebunan kelapa sawit rakyat sebagian besar belum tuntas legalitasnya.
"Banyak perkebunan kelapa sawit rakyat berada dalam kawasan hutan," tuturnya.
Belum lagi kepatuhan pada kemitraan atau kewajiban membangun fasilitasi 20 persen kebun masyarakat. Jadi, sebut Tungkot, masih banyak masalah yang tidak memungkinkan ISPO 100 persen.
Ditegaskannya, masalah legalitas lahan ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar bagi pemerintah. Jika legalitas lahan kebun rakyat ini tuntas, Tungkot optimis sertifikasi ISPO semakin mudah.
Masalah utama, beber Tungkot, legalitas kebun kelapa sawit belum beres. Pemerintah cuma yang bereskan legalitas itu, tidak ada pihak lain yang berwenang dan bisa mekelarkannya.
Kepatuhan perusahaan pada kewajibannya, sambungnya, yakni membangun kebun plasma 20 persen dari luas Hak Guna Usaha (HGU) wajib dibereskan.
"Salah satu prisip ISPO, yakni kepatuhan pada peraturan pemerintah di Indonesia. Nah, berapa banyak korporasi sawit sudah memenuhi kewajiban membangun kebun masyarakat 20 persen dari IUP atau HGU? Ini debatable
Lubuklinggau, dari digulirkan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pada 2017, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak pernah tuntas sesuai target yang dibebankan setiap tahun.
Setelah diteliti, kelambanan realisasi program PSR itu bukan hanya disebabkan petani sawit, melainkan ada dua kekuatan besar yang seharusnya mendukung, malah terkesan enggan membantu.
Apa itu dua kekuatan yang saya maksud, yakni birokrasi dan korporat sawit sendiri selaku inti," timpal Dr Ir Sugito Loso MM MSI, konsultan bidang perkelapasawitan, dilansir dari elaeis.co, pada Selasa kemarin.
Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) asal Kota Medan yang kini tinggal di Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan ini menjabarkan, Pemda, dalam hal ini Dinas Perkebunan (Disbun) di tingkat kabupaten, sering tidak siap dan tidak sigap membantu petani dalam program PSR ini," ulas lumni Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Medan ini.
Diceritakannya, dari pengalamannya saat menjadi tenaga pendamping untuk petani sawit di beberapa daerah, khususnya di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Provinsi Sumsel, dan Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) beberapa tahun yang lalu.
"Kala itu sebelum pandemi Covid 19 melanda. Petani kelapa sawit yang saya dampingi kesulitan untuk urusan administrasi di Dinas Perkebunan setempat," ucapnya.
Di Kabuparen Muratara, kata Ir Sugito, para petani sawit di Kecamatan Nibung, sementara yang di Kabupaten Labuhanbatu adalah yang di Kecamatan Pangkatan.
"Belum dapat kabar terbaru soal kelanjutan pelaksanaan program PSR di Kecamatan Pangkatan, akui Ir Sugito, tapi program PSR di Kecamatan Nibung hingga sekarang belum pernah terealisasi.
Begitu pula kekuatan lainnya, yakni korporat, yang disadari atau tidak bikin program PSR tidak bisa direalisasikan dengan cepat.
"Dari pengalaman pendampingan yang saya lakukan, para petani kelapansawit plasma tak bisa ikut Program PSR lantaran sikap kaku pihak perusahaan inti mereka," lanjutnya.
Ir Sugito enggan membeberkan nama-nama perusahaan sawit yang dimaksudnya lebih lanjut. Tapi Ia pastikan kalau perusahaan kelapa sawit tersebut berskala besar.
"Semua berkas administrasi petani kelapa sawit sudah oke, tinggal surat kepemilikan lahan petani yang masih di tangan pihak perusahaan inti," terangnya.
Lalu, lanjutnya, hingga batas waktu yang ditentukan ternyata surat kepemilikan lahan petani tak kunjung dikeluarkan pihak perusahaan.
"Pihak perusahaan beralasan mereka sendiri bakal memproses Program PSR untuk petani plasma mereka, walau kerja sama kemitraan antara perusahaan dan petani sudah lama berakhir," ulasnya lagi.
Tapi hingga hingga kini, tuturnya, ternyata pihak perusahaan tak kunjung merealisasikan janji dan surat lahan petani pum masih ditahan.
"Petani kelapa sawitnya pernah datang ke saya, curhat kalau tanam sawit mereka sudah usia tanam 30 tahun belum juga di-replanting," katanya.
Padahal kalau surat kepemilikan lahan diberi perusahaan ke petani, tambah Ir Sugito, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sudah mendanai PSR petani kelapa sawit.
Komentar Via Facebook :