Home / Nusantara / Lo Kok, Lelang Jabatan di Kementan Bikin Petani Sawit Deg-degan
Lo Kok, Lelang Jabatan di Kementan Bikin Petani Sawit Deg-degan
Jakarta, katakabar.com - Menteri Pertanian (Mentan) Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman baru dua bulan menjabat. Orang Nomor Satu di Kementan itu bakal merombak susunan pejabat tinggi di instansi yang dinakhodainya.
Total 56 jabatan eselon I dan eselon II dilelang di pertengahan pekan keempat Desember 2023 lalu. Langkah ini dilakukan untuk pulihkan reputasi Kementan RI setelah kasus korupsi mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang ditangani lembaga anti rasuah (KPK).
Selain itu, untuk membersihkan Kementan dari oknum-oknum pejabat yang terseret kasus korupsi, jual-beli posisi, dan kolusi dengan pengusaha.
Lelang jabatan dimaksudkan untuk penyegaran pejabat yang telah lama menduduki posisinya ataupun mengisi jabatan yang kosong. Perombakan ini diharapkan bisa merealisasikan kembali swasembada sejumlah komoditas pangan.
Petani kelapa sawit sangat berharap perombakan ini mendudukkan pejabat baru, terutama di posisi Direktur Jenderal Perkebunan, yang benar-benar peduli dan memahami kebutuhan petani.
Ketua Koperasi Produsen kelapa Sawit Arfak Sejahtera Papua Parat, Dorteus Paiki berharap pejabat Direktur Jenderal Perkebunan yang baru nantinya menganulir Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan (Kepdirjenbun) Nomor 62/Kpts/KB.410/06/2023.
Kepdirjenbun yang diteken pada 5 Juni 2023 itu telah mengandaskan cita-cita ribuan petani Papua Barat memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sendiri dengan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Di regulasi itu muncul syarat baru untuk mendapatkan dana pendirian PKS dari BPDPKS, yakni surat pernyataan memiliki modal 30 persen dari nilai investasi. Artinya, kalau modal untuk membikin PKS Rp150 miliar, petani musti punya modal Rp45 miliar yang dibuktikan dengan rekening koran setahun terakhir.
Syarat ini tidak ada pada Kepdirjenbun Nomor 273/Kpts/HK.160/9/2020 tentang Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit dalam Kerangka Pendanaan BPDPKS yang terbit 2 September 2020.
Menurut Dorteus, Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera awalnya bersemangat mengurus pendirian PKS lantaran tidak ada syarat modal.
"Semua syarat yang ditetapkan sudah kami lengkapi. Lalu tiba-tiba terbit Kepdirjenbun Nomor 62/Kpts/KB.410/06/2023. Mentah lagi semuanya. Padahal duit kami sudah habis Rp3 miliar untuk memenuhi syarat mendirikan PKS," keluhnya saat berbincang elaeis.co, dilansir pada Senin (1/1).
Mirinya lagi, menurut lelaki 57 tahun ini, syarat 30 persen dibuat lantaran Dirjenbun khawatir PKS yang didanai BPDPKS bakal mangkrak.
"Alasan itu sangat mengada-ada. Padalah presiden pun mendorong korporatisasi koperasi," jelasnya.
"Masak iya investasi kami masih diragukan. Luas kebun sawit kami 3.750 hektar, nilainya setara Rp375 miliar. Apa itu bukan termasuk penyertaan modal," tegasnya.
Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalimantan Barat, Indra Rustandi menilai Kepdirjenbun 62 tahun 2023 membunuh harapan petani kelapa sawit meraih dana pembangunan PKS dari BPDPKS.
"Kami berjuang melengkapi administrasi untuk mendapatkan alokasi pendanaan PKS mini. Tapi, kami baru separuh jalan saat kepdirjenbun yang baru itu keluar, duit kami yang habis sekitar Rp500 juta," ulas petani kelapa sawit di Singkawang ini.
Petani sawit di Sulawesi Barat, Andi Kasruddin Raja Muda berharap pejabat eselon baru di Kementan nantinya benar-benar bekerja dan tidak hanya pandai mengumbar kata. Soalnya selama ini petani sering kena PHP alias Pemberi Harapan Palsu.
"Petani dicekoki banyak istilah yang membuat pusing, apalagi terkait Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Ada percepatanlah, akselerasilah, padu serasilah, kolaborasilah, koordinasilah, dan terakhir ini muncul lagi yang namanya gugus tugas. Semua PHP, enggak ada yang serius," sindirnya.
"Kalau serius, PSR pasti lebih terdongkrak bahkan bisa tuntas. Apalagi, setelah ada PP 23 tahun 2021 yang mengatur soal lahan rakyat maksimal 5 hektar dan dikuasai minimal 5 tahun bebas dari kawasan hutan. Nyatanya enggak begitu. Sebelum ada dirjenbun defenitif, capaian PSR malah lebih besar," ucapnya.
Ia tak menampik, kalau di Direktorat Jenderal Perkebunan ada pejabat yang bagus dan paham apa yang dibutuhkan oleh petani sawit.
"Mudah-mudahan mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih strategis agar bisa menolong para petani sawit," sebutnya.
Komentar Via Facebook :