Home / Tekno / Teknologi Bahan Bakar Dari Produk Samping CPO Bisa Digunakan di Pelosok Desa
Teknologi Bahan Bakar Dari Produk Samping CPO Bisa Digunakan di Pelosok Desa
katakabar.com - Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Ronni Purwadi bersama tim rupanya sudah membuat pabrik Bahan Bakar Nabati (BBN) langsung pakai (drop-in) sudah ada dari empat tahun lalu.
Memang, sehari baru dapat mengolah 20 kilogram Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) jadi bahan bakar premium atau diesel, tapi dari sini nanti cikal bakal hadirnya pabrik komersial.
Bisa jadi hadir menjadi pabrik komersial sangat besar. Soalnya secara hitungan ekonomi, masih sangat menguntungkan, khususnya dari bahan bakar diesel yang dihasilkan.
Lihat, satu ton PFAD dapat menjadi 575 liter bahan bakar diesel dengan Cetane Number (CN) atau kadar setana 60,1. Angka ini berada di atas Pertamina Dex di mana CN cuma 53.
PFAD ini dari produk samping dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) menjadi Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) pada Refinery Plant.
Tidak cuma diesel, diperoleh pula 188 liter bahan bakar premium hasil olahan satu ton PFAD. Di mana Bahan bakar Premium ini berkadar Oktana 85.
Proses fraksi residu yang dihasilkan sepertinya bisa mengurangi ongkos produksi lantaran residu tadi bisa dijadikan sumber energi pabrik ini.
Pada ringkasan Grant Riset Sawit (GRS) yang diterbitkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
Pada 2019 lalu, pada ringkasan Grant Riset Sawit (GRS) yang diterbitkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Menurut Ronni, untuk menghasilkan diesel sebanyak itu dibutuhkan duit antara Rp1,9 juta hingga Rp3 juta. Ini belum termasuk duit untuk membeli bahan baku PFAD tadi.
BPDPKS yang membiayai dan membukukan hasil penelitian hingga menghasilkan seperti yang disebutkan Ronni.
Untuk menghasilkan bahan bakar semacam ini jelas Ronni, pastinya tidak perlu pakai teknologi kilang minyak seperti umumnya.
"Cukup dengan teknologi Dekarboksilasi Sabun Logam (DSL) pada tekanan atmosferik dan temperatur kurang dari 400 derajat selsius," terangnya.
Masih Ronni, lantaran itu teknologi proses produksi semacam ini cocok dipakai di kawasan terpencil. Di mana proses ringkas untuk menghasilkan bahan bakar tadi seperti yang terlihat pada gambar.
"Distribusi bahan bakar ke pelosok menjadi kendala yang serius. Untuk itu kami berusaha menghadirkan teknologi semacam ini," bebernya.
Ronni menambahkan, bahan bakar langsung pakai yang dihasilkan oleh teknologi buatannya tidak perlu dicampur dengan Bahan Bakar Minyak konvensional.
Komentar Via Facebook :