Home / Sawit / The Asia Foundation dan Fitra Riau Kaji Ulang Pengalokasian DBH Sawit
The Asia Foundation dan Fitra Riau Kaji Ulang Pengalokasian DBH Sawit
Pekanbaru - Sejak Desember 2023 lalu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyalurkan Dana Bagi Hasil (DBH) sawit kepada 350 daerah.
Tapi, daerah tidak bisa leluasa menggunakannya. Karena alokasinya sudah diatur oleh pemerintah pusat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) molor 91 Tahun 2023.
Karena adanya batasan-batasan ini, The Asia Foundation yang bekerjasama dengan Fitra Riau melakukan kajian untuk mengetahui apakah ketentuan itu sesuai dengan yang dibutuhkan daerah.
"Implementasi DBH Sawit itu masih dikunci oleh ketentuan-ketentuan dari Kementerian Keuangan," kata Triono, yang merupakan peneliti dari kajian itu kepada katakabar.com, Kamis sore kemarin.
"Itu yang mendasari kami untuk melakukan penelitian, terkait apakah dari sisi pengalokasian dari pemerintah pusat ke daerah itu penggunaannya sudah mengarah pada agenda pembangunan sawit berkelanjutan atau belum," jelasnya.
Dalam aturannya, kata Triono, 80 persen dari DBH sawit yang diterima daerah, harus dialokasikan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur, seperti jalan dan juga jembatan.
"Kita ingin melihat apakah pembatasan penggunaan itu efektif atau tidak. Apakah penggunaannya mesti diperluas atau tidak," ujarnya.
Triono menyebutkan, pihaknya juga menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan pemerintah daerah Provinsi Riau, Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hilir untuk meminta masukan dari daerah.
"Kami juga meminta dan gagasan dari daerah-daerah itu, bagaiman dengan konsep kebijakan saat ini," sebutnya.
Menurut Triono, kebijakan DBH sawit yang ada saat ini tidak fleksibel. Karena memang dengan batas itu, pemerintah daerah tidak punya banyak pilihan dalam menggunakan dana itu.
"Proporsi besar untuk infrastruktur itu, ya boleh-boleh saja untuk daerah yang memang butuh untuk itu, tapi konteks sawit rakyatnya bagaimana? Karena yang memberikan kontribusi besar itu kan pekebun, petani," kata Triono.
"Misalnya seperti subsidi untuk pupuk. Tapi itu kan belum ada aturannya, jadi tidak boleh sekarang untuk itu. Padahal kan itu yang paling dibutuhkan sekarang untuk meningkatkan produktivitas," imbuhnya.
Lebih lanjut, Triono menyebutkan, dari hasil FGD yang dilakukannya pada Rabu lalu, banyak masukan dari daerah-daerah terkait penggunaan DBH sawit ini.
"Kemarin masuk-masukkannya ya bagus-bagus. Memang karena terbatas penggunaannya, jadi daerah tidak punya banyak pilihan. Sementara masalah sawit per daerah itu kan beda-beda. Mungkin ada yang masalahnya di infrastruktur, ada di kesehatan, akses pupuk dan bibit yang masih kurang, jadi seharusnya memang bisa diperluas itu penggunaannya," sebutnya.
Dia berharap, hasil penelitian yang tengah dilakukannya saat ini bisa membantu pemerintah untuk bisa lebih mengoptimalkan penggunaan DBH sawit ini agar lebih efektif
"Tentu studi ini akan berguna untuk mereview atas kebijakan yang ada sekarang. Tentu jika temuannya itu penting dan signifikan untuk dilakukannya perbaikan, maka studi ini akan kita gunakan untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan yang sekarang meleading untuk kebijakan DBH sawit itu," tutupnya.
Komentar Via Facebook :