Home / Nusantara / Indonesia Kaya, Menjaga Keberlanjutan Pasokan Biomassa Paling Utama
Indonesia Kaya, Menjaga Keberlanjutan Pasokan Biomassa Paling Utama
Jakarta, katakabar.com - Menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku jadi tantangan paling sulit guna pengembangan usaha biomassa. Bisa jadi lantaran hal ini, kalangan pebisnis energi terbarukan berbasis biomassa mengingatkan betapa penting menjaga keberlangsungan pasokan bahan baku.
Replanting atau penanaman kembali tanaman biomassa menjadi bagian strategis yang tak boleh dilupakan. Apalagi, kebutuhan biomassa sebagai sumber energi bersih dipastikan semakin besar ke depan.
“Indonesia kaya dengan aneka tanaman biomassa. Tapi jangan lupa, kita harus menjaga suplai biomassa agar senantiasa sustain. Apalagi, kebutuhannya semakin besar,” ujar Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) dalam pernyataan resmi, Bobby Gafur Umar, kemarin, dilansir dari laman elaeis.co, pada Rabu (29/11).
OASA adalah salah satu entitas bisnis yang aktif mengembangkan energi terbarukan dengan memanfaatkan biomassa sebagai sumber utamanya.
Bobby sekaligus Ketua 1 Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengingatkan, transisi energi menuju net zero emission (NZE) meliputi dua aspek penting, yakni;
Pertama, memanfaatkan energi terbarukan atau sumber energi lain dengan emisi minimum untuk memenuhi kebutuhan energi final di semua sektor (diversifikasi).
Kedua, mengurangi emisi dari fasilitas atau plant yang sudah ada yang menghasilkan emisi tinggi selama operasi (dekarbonisasi).
"Bioenergi bentuk energi yang inklusif, dihasilkan dari biomassa yang bisa dengan mudah dikontrol, dikurangi, atau disesuaikan manusia," tuturnya.
Dijelaskannya, sumber biomassa berasal dari limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Pengembangan dan pemanfaatannya melibatkan berbagai kelompok masyarakat dengan latar belakang yang beragam.
"Saat ini, baru sedikit sekali dari total kapasitas pembangkit listrik nasional yang diwakili oleh bioenergi," terangnya.
Hal itu, sebut Bobby, mengindikasikan masih ada hambatan dalam pengembangan sumber energi ini, terutama dalam hal suplai biomassa jangka panjang dan faktor harga pembelian listrik IPP PT PLN (Persero).
Padahal, ulas Bobby, Indonesia punya potensi biomassa sangat besar. Versi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai sedikitnya 146 juta ton per tahun. Potensi ini meliputi berbagai jenis limbah pertanian, seperti jerami padi, sekam padi, limbah kayu, dan limbah kelapa sawit.
Dari hutan tanaman energi sekitar 991 ribu ton, serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan kayu 789 ribu ton, sekam padi 10 juta ton, tandan kosong kelapa sawit 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton.
"Limbah masyarakat, seperti sampah organik, dapat diubah menjadi biogas atau pupuk organik. Sedangkan limbah industri, seperti limbah kayu dari pabrik pengolahan kayu, dapat digunakan sebagai bahan bakar biomassa," bebernya.
Diketahui, Kementerian ESDM mengklaim Indonesia memiliki potensi bioenergi bersumber dari biomassa yang sangat besar, setara dengan 56,97 Gigawatt (GW) listrik.
Terkait implementasi co-firing biomassa di pembangkit-pembangkit batubara milik PLN di Indonesia, Bobby menilai tantangan terbesarnya adalah upaya untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa.
“Diharapkan upaya penyediaan bahan baku terus dilanjutkan di setiap titik lokasi PLTU di Indonesia sehingga nantinya akan tercipta pasar demand-supply yang semakin besar dan keekonomian serta economics of scale yang semakin baik,” ucapnya.
Sekali lagi, sebut Bobby, kita perlu melibatkan petani secara penuh. Replanting atau penanaman kembali tanaman-tanaman kehutanan, perkebunan dan pertanian menjadi kunci keberhasilan usaha pengambangan biomassa.
Pola pengembangan pertanian melalui program inti-plasma dapat diterapkan dengan melibatkan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), untuk mengembangkan tanaman-tanaman biomassa.
“Kita harus berusaha menumbuhkan ekonomi kerakyatan tanaman energi,” imbuhnya.
Biomassa secara karakteristik berbeda dengan sumber energi terbarukan lain seperti surya, angin dan air. Pemanfaatan biomassa membutuhkan manajemen supply chain yang terarah, terukur dan sistematis.
Jadi, diperlukan sinergi dan koordinasi dari berbagai pihak untuk dapat menyusun strategi percepatan pengembangan biomassa sebagaimana target yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini, peran petani menjadi sangat penting,” katanya lagi.
Bobby juga menekankan
Untuk itu, pentingnya regulasi yang mengatur secara tegas tentang pemanfaatan biomassa. Belum lama ini Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) merilis bahwa pencapaian pasokan biomassa untuk pembangkit listrik PLN tahun 2022 hanya menyentuh angka 600 ribu ton. Masih sangat jauh dari target suplai sebanyak 10,2 juta ton pada 2025.
"Ketersediaan biomassa masih terbatas. Pasokan biomassa sejauh ini memang masih mengandalkan produk sampingan,” tandas Bobby.
Komentar Via Facebook :