Home / Sawit / RI Promo Bahan Bakar dari Sawit ke Penerbangan Sipil Internasional
RI Promo Bahan Bakar dari Sawit ke Penerbangan Sipil Internasional
Jakarta, katakabar.com - Indonesia perkenalkan bahan bakar dari bahan kelapa sawit ke penerbangan sipil internasional, di acara “2024 ICAO APAC Regional Seminar on Environment", di Bangkok, Thailand, di pekan ketiga Agustus 2024 lalu.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, penting kolaborasi multi pihak mengenai penggunaan SAF atau bioavtur guna mengurangi emisi karbon.
Seminar tersebut digelar International Civil Aviation Organization (ICAO), yang dihadiri berbagai perwakilan industri dan lembaga internasional, termasuk Civil Aviation Authority dari beberapa negara Asia Pasifik.
Acara dimulai dengan sambutan dari Jane Hupe dari ICAO Headquarters dan Suttipong Koongpol dari Civil Aviation Authority of Thailand (CAAT).
Di hari pertama, peserta seminar mendengarkan paparan dari perwakilan dari Department of Civil Aviation of Brunei Darussalam, Japan Civil Aviation Bureau, Civil Aviation Authority of Malaysia, Civil Aviation Authority of Singapore, dan Civil Aviation Authority of Thailand.
Terus, di hari kedua menampilkan pembicara dari Civil Aviation Authority of Vietnam, Airbus, Boeing, All Nippon Airways (ANA), Topsoe, FlyORO, Bangchak Corporation, Air Asia, Neste, MUFG Bank, dan IRENA.
Di hari kedua seminar itu, Dida mempresentasikan materi bertajuk “Indonesia’s Potential for Sustainable Aviation Fuel (SAF) Development”. Poin utama yang disampaikan di forum tersebut meliputi beberapa hal.
Pertama, mengenai pasar dan potensi Indonesia. Negara ini salah satu pasar industri penerbangan terbesar di dunia dengan 251 bandara eksis dan 50 bandara baru dalam rencana.
"Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar global, Indonesia memproduksi 3,9 juta ton used cooking oil (UCO) pada 2023 dan berencana memproduksi 238 juta liter SAF per tahun pada 2026," ujar Dida, lewat keterangan resmi dilansir dari laman eleis.co, Minggu (25/8).
Poin kedua, kata Dida, manfaat dan tantangan SAF. Bahan bakar ini dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan dianggap sebagai energi bersih.
"Tapi, penggunaannya secara komersial masih menghadapi tantangan, seperti keterbatasan bahan baku, biaya tinggi, dan infrastruktur belum memadai,” jelasnya.
Ketiga, lanjut Dida, mengenai uji coba SAF di Indonesia. Pengujian SAF telah dilakukan sejak 2020 dengan hasil uji coba yang berhasil termasuk co-process J2.4 dan uji terbang pada berbagai jenis pesawat.
"Uji terbang terbaru pada kuartal ketiga 2023 di Garuda Boeing 737-800 menunjukkan tidak adanya perbedaan kinerja dibandingkan bahan bakar fosil konvensional," tuturnya.
Keempat, ulasnya, potensi Palm Kernel Expeller (PKE) atau bungkil sawit. Produk sampingan dari proses ekstraksi minyak kelapa sawit itu berpotensi diubah menjadi bioethanol yang dapat digunakan sebagai bahan baku SAF.
Diceritakan Dida, satu ton PKE dapat menghasilkan 250 liter bioethanol, dengan potensi PKE yang diperkirakan mencapai 6 juta ton per tahun. Indonesia sedang tahap proses mengusulkan PKE sebagai sumber bahan bakar SAF yang masuk dalam daftar CORSIA.
“Seminar ini menegaskan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam pengembangan SAF dan pengurangan emisi global. Dengan langkah-langkah strategis yang diambil, diharapkan SAF akan memainkan peran penting masa depan penerbangan yang lebih berkelanjutan,” tegasnya.
Diketahui, Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) semakin diakui solusi utama untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) di sektor penerbangan internasional.
Bahan bakar tersebut berpotensi besar mendukung pencapaian target pengurangan emisi global.
Lantaran itu, peran aktif semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, produsen bahan bakar, produsen pesawat, maskapai penerbangan, bandara, investor, dan lembaga keuangan, sangat diperlukan.
Komentar Via Facebook :