Home / Nusantara / Melongok Peta Jalan Pengembangan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Indonesia
Melongok Peta Jalan Pengembangan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Indonesia
Jakarta, katakabar.com - Peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 111/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit.
Hal itu jadi prakarsa penentuan prioritas pengembangan industri hilir kelapa sawit. Fokus Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk menjalankan kebijakan hilirisasi sawit di dalam negeri guna menciptakan dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional.
Hilirisasi sebagai upaya strategis meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa sawit lewat proses pengolahan menjadi produk turunan yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menjabarkan, keuntungan yang didapatkan dari program hilirisasi sawit, meliputi optimalisasi penyerapan hasil produksi petani rakyat (smallholder), penyediaan bahan pangan dan nonpangan, bahan bakar terbarukan, hingga membangkitkan ekonomi produktif berbasis industri pengolahan.
Selain itu, meningkatkan perolehan devisa negara dari ekspor produk turunan, berkontribusi pada keuangan negara melalui penerimaan pajak dan bukan pajak, serta menyuplai kebutuhan dunia terhadap pangan dan energi (feeding and energizing the world), ulasnya lewatnsiaran pers, dilansir dari lamab elaeis.co, pada Senin (14/8).
Kemenperin terapkan kebijakan (policy mix) secara konsisten menjalankan program hilirisasi industri kelapa sawit. Landasannya, Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 dan beberapa peraturan tentang Kebijakan Industri Nasional.
“Peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 111/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit, yang menjadi prakarsa penentuan prioritas pengembangan industri hilir kelapa sawit,” jelasnya.
Menurutnya, ada dua kebijakan utama mempercepat pertumbuhan populasi industri hilir kelapa sawit, yakni kebijakan fiskal tarif bea keluar progresif sesuai rantai nilai industri, dan insentif perpajakan bagi investasi baru atau perluasan sektor industri oleofood, oleochemical, dan biofuel.
“Kedua kebijakan ini sangat efektif mendorong hilirisasi industri kelapa sawit,” tegasnya.
Kata Putu, histori hilirisasi industri kelapa sawit konsisten dijalankan dari tahun 2007 silam. Saat itu ekspor minyak sawit mentah atau Crude palm Oil (CPO) 60 persen dari total produksi kelapa sawit nasional. Padahal, CPO digunakan sebagai bahan baku industri pangan, non pangan dan biofuel di negara tujuan ekspor berimbas ke nilai tambahkurang dinikmati domestik.
"Begirulewat kebijakan bea keluar yang berorientasi pro-industri, pertumbuhan kapasitas produksi industri minyak goreng, oleofood, oleokimia, dan biodiesel meningkat secara signifikan,” bebernya.
Pada 2010 lalu, kapasitas pabrik pengolahan CPO (refinery) hanya sekitar 25 juta ton. Sesudah lewat kebijakan hilirisasi, kapasitas refinery meningkat tiga kali lipat menjadi 75 juta ton pada tahun 2022.
Untuk kapasitas terpasang pabrik biodiesel saat ini telah mencapai 17,5 juta ton per tahun. Sedang kapasitas terpasang industri oleofood mencapai 2,7 juta ton per tahun, dan kapasitas terpasang industri oleokimia mencapai 11,6 juta ton per tahun.
"Pencapaian gemilang ini hasil konsistensi kebijakan hilirisasi industri kelapa sawit periode cukup panjang,” terangnya.
Melihat data Badan Kebijakan Fiskal tahun 2019 dan 2022, Kemenperin mencatat industri kelapa sawit berkontribusi sebesar 3,5 persen terhadap PDB nasional. Di mana saat ini, industri kelapa sawit dari sektor hulu sampai hilir mampu serap tenaga kerja sebanyak 5,2 juta orang dan menghidupi lebih dari 21 juta jiwa.
Pada aspek kuantitatif, ekspor produk industri kelapa sawit mencapai total volume 282 juta MT dengan total nilai USD176,84 miliar selama periode tahun 2015-2022. Dari kinerja ekspor tersebut, negara melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menerima pendapatan pungutan ekspor sebesar Rp182 triliun.
Dana tersebut telah digunakan sekitar Rp152 triliun untuk menjaga keberlanjutan kelapa sawit nasional melalui program peremajaan sawit rakyat, peningkatan kualitas SDM, riset dan pengembangan sawit, advokasi dan kampanye positif sawit, serta peningkatan sarana dan prasarana termasuk insentif mandatory biodiesel.
Dilanjutkan Putu, program hilirisasi industri kelapa sawit memiliki indikator pencapaian berupa komposisi ekspor antara bahan baku dan produk olahan.
Di tahun 2015, komposisi ekspor minyak sawit meliputi 18 persen CPO dan 6 persen CPKO, keduanya l bahan baku industri, dan sisanya 61 persen produk refinery serta 15 persen produk lainnya.
Di tahun 2022, komposisi ekspor bahan baku mengalami penurunan menjadi 2 persen CPO dan 4 persen CPKO, sebab ekspor produk hilir mengalami peningkatan signifikan, meliputi 73 persen produk refinery dan 21 persen produk lainnya.
Penghujung tahun 2007, jumlah atau ragam jenis produk hilir turunan kelapa sawit dan minyak sawit yang dihasilkan di Indonesia hanya sekitar 54 jenis, dan kini sudah berkembang menjadi 179 jenis yang antara lain meliputi produk oleofood dan oleochemical.
Hilirisasi industri kelapa sawit telah mendukung pelaksanaan program mandatory biodiesel sejak tahun 2015. Mulai dari B15, B20, B30 dan saat ini B35 pada tahun 2023.
Ke depan, indonesia bakal menerapkan B40, B50 hingga B100 dengan komposisi Biodiesel FAME dan Greenfuel produk hilir tingkat lanjut dari minyak sawit untuk bahan bakar terbarukan, sebutnya.
Komentar Via Facebook :