Home / Tekno / Pakai Teknologi Kembangkan Industri Sawit Tapi Tanpa Perluasan Lahan
Pakai Teknologi Kembangkan Industri Sawit Tapi Tanpa Perluasan Lahan
Jakarta, katakabar.com - Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan (PRHP) Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) taja HortiES Talk #10 temanya, 'Penyusunan Rencana Riset dan Inovasi Mendukung Pengembangan Industri Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia'.
Kegiatan tersebut digelar dalam rangka mengembangkan riset dan inovasi industri perkebunan kelapa sawit.
"Kontribusi ekspor produk kelapa sawit Indonesia mencapai 13,5 persen dari total ekspor nonmigas dan sumbang 3,5 persen total PDB Indonesia," ujar Kepala ORPP BRIN, Puji Lestari dilansir dari laman elaeis.co, pada Rabu (9/8).
Dirincikan Lestari, total seluruh nilai ekspor pertanian Indonesia, 98,86 persen, berasal dari komoditas perkebunan di mana produk kelapa sawit memiliki kontribusi 73,83 persen dari total ekspor komoditas perkebunan.
"Industri ini telah menyediakan lapangan pekerjaan sebesar 16 juta tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung," jelasnya.
Menurutnya, Indonesia punya 16,38 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit. Paling menonjol tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Di mana produksi Crude Palm Oil (CPO) lebih dari 40 juta ton per tahun, menjadikan Indonesia sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
"Tapi dari fakta ilmiah peningkatan produksi CPO lebih disebabkan peningkatan luas panen, bukan perbaikan produktivitas," tuturnya.
Masih Lestari, kita tetap menjadikan sawit sebagai komoditas utama meski menghadapi tantangan khususnya di Eropa. Kita semua sama-sama membantu komoditas ini tetap menjadi strategis dan utama melalui penggunaan mekanisasi, otomatisasi, dan digitalisasi, sehinggabdapat mendongkrak produktif tetap tinggi.
"Tantangan lainnya, sektor sawit belakangan ini dihadapkan dengan ancaman El Nino. Ini mesti dicari solusinya, sebab El Nino dapat mengancam industri sawit, baik langsung atau tidak langsung. Begitu pun kekeringan, kekurangan ketersediaan air, dan penurunan produktivitas, menjadi kendala yang harus dibereskan," bebernya.
Peneliti Ahli Utama BRIN, Fahmuddin Agus jadi narasumber pada kegiatan menerangkan, minyak sawit adalah produk serba guna yang bisa diolah menjadi cooking oil, makanan, kosmetik dan biofuel.
Diceritakannya, lebih dari separuh populasi dunia menggunakan minyak sawit. Produktivitas minyak sawit di Indonesia sekitar 3 ton per tahun, 4 kali jika dibandingkan dengan minyak matahari, apalagi kalau dibandingkan dengan minyak lainnya.
Kelapa sawit mulai berproduksi umur 3 tahun hinggs umur 25 tahun, bisa dipanen 15 hari sekali pada tingkat petani kecil dan sekitar 10 hari sekali untuk pertanian besar," ucapnya.
Problemnya peningkatan produksi minyak sawit untuk memenuhi permintaan pasar selama ini didominasi perluasan areal, beberapa diantaranya dengan mengorbankan lahan karbon tinggi dan keanekaragaman hayati tinggi.
Itu sebabnya, kesenjangan hasil panen harus ditutup salah satunya melalui intensifikasi berkelanjutan. Ini tidak hanya meningkatkan profitabilitas tapi bakal mengurangi ancaman lingkungan. Begitu pun pengurangan emisi semakin penting, sebab ini dibutuhkan pasar internasional, katanya.
Peneliti Ahli Madya dari PR Mekatronika Cerdas BRIN, Hanif Fakhrurroja sajikan materi tentang, "Utilisasi Teknologi Digital dan Robotika untuk Pengembangan Smart Farming pada Perkebunan Kelapa Sawit" menjabarkan, sebagai negara agraria, Indonesia berada peringkat ke 65 di dunia dengan nilai 59,5 di bawah Thailand dan Vietnam.
Dari penelitian, ada beberapa problematika pertanian di Indonesia, yakni budaya, petani berusia tua, lahan terbatas, orientasi produksi bukan pasar, tidak ada sistem data real time, benih bermutu terbatas, infrastruktur pendukung lemah, dan minim teknologi. Hal ini berdampak lantaran masih mengandalkan rutinitas seperti biasa terjadi di pertanian tradisional. Lain halnya di pertanian industri atau di perkebunan yang cukup besar, ulasnya.
Solusi untuk masalah itu, yakni dengan mengembangkan teknologi produktif, melakukan manajemen modern, orientasi pasar lokal dan global, SDM yang kompeten, memaksimalkan peran internet of thing untuk menciptakan Smart Farming.
Nah, tipikal komponen platform penginderaan jauh berbasis UAV untuk pertanian kelapa sawit yang presisi, dengan drone berbasis remote sensing. Di lini pertama ada sensor, kamera, beberapa platform dan software aplikasi. Ini bisa digunakan untuk demonstrasi konseptual platform penginderaan jauh UAV untuk penilaian kesehatan kelapa sawit dengan kamera NDVI untuk melihat kecukupan nutrisi lahan kelapa sawit.
"Penggunaan pencitraan hiperspektral berbasis UAV otonom bisa deteksi penyakit Ganoderma boninense di kelapa sawit. Sedang pendekatan kamera termal dan penglihatan malam dan gambar RGB beresolusi tinggi berbasis UAV bisa untuk pemantauan hamadi perkebunan kelapa sawit," tandasnya.
Komentar Via Facebook :