Home / Riau / Perusahaan Belum Terdata Dinilai Cuek, Gubri Diminta Data Ulang Jumlah Korporasi Sawit di Riau
Perusahaan Belum Terdata Dinilai Cuek, Gubri Diminta Data Ulang Jumlah Korporasi Sawit di Riau
Pekanbaru, katakabar.com - 'Bumi Lancang Kuning' nama lain dari Provinsi Riau jadi idola di sektor komoditas kelapa sawit. Bisa jadi, salah satu faktor lantaran luas lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau terluas di Indonesia.
Catatan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) RI menunjukkan, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 3,38 juta hektar atau setara 20,68 persen dari total luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Tapi, luasnya lahan perkebunan kelap sawit yang terbentang di Provinsi Riau belum dimanfaatkan secara optimal dan maksimal bagi pendapatan negara terkhusus Provinsi Riau.
Boleh jadi, Ini lantaran belum adanya data lengkap dan terupdate mengenai seluruh lahan perkebunan kelapa sawit yang ada di negeri melayu ini.
"Satu hal disayangkan, Riau sebagai daerah dengan lahan perkebunan sawit terluas di Indonesia, justru tidak mempunyai data lengkap dan terupdate tentang nama dan alamat korporasi yang mengelola lahan perkebunan kelapa sawit, luasnya berapa, kantornya di mana dan bagaimana peranannya untuk kemaslahatan Riau," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr Gulat Medali Emas Manurung, C.IMA, dilansir dari laman elaeis.co, pada Rabu (13/12).
Meski begitu, Gulat akui, Riau salah satu provinsi yang lumayan lengkap data terkait lahan perkebunan kelapa sawit dibanding provinsi lain. Itu tadi, masih banyak yang perlu diupdate.
Istilahnya, ucap Gulat, jangan cuma perusahaan yang baik jadi fokus perhatian, justru perusahaan yang enggak mau mendaftarkan diri secara lengkap dan cuek yang menjadi fokus semua pihak, termasuk meminta bantuan APH dan Satgas 'Jaga Zapin'.
Semua harus lengkap alamatnya, baik dari Hulu, PKS dan Refinary dan berapa luas plasma. Kalau perusahaan itu tergabung dalam GAPKI Riau, so pasti sangat mudah berkoordinasi lantaran anggota GAPKI pasti lengkap data-datanya.
"Persoalannya perusahaan sawit (hulu-hilir) di Riau hanya sedikit yang berorganisasi. Jumlahnya cuma 65 korporasi sawit (hulu-hilir) yang tergabung ke GAPKI, sementara di Riau menurut data kami ada 326 korporasi sawit, jadi hanya 19 persen saja Anggota GAPKI," jelasnya.
Hal ini membuat potensi penerimaan negara dan daerah tidak maksimal dan sangat berkaitan dengan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan kelapa sawit ke Riau.
Untuk negara, tentu hal ini membuat penerimaan pajak dari sisi perkebunan sawit (hulu, hilir dan ferinary) tidak optimal. Sedang untuk daerah, hal ini membuat DBH perkebunan kelapa sawit yang diterima Riau tidak sesuai dengan luas dan potensi perkebunan kelapa sawit yang ada.
"Untuk itu, kami berharap ada ketegasan dari Gubernur Riau kepada semua korporasi kelapa sawit, tanpa kecuali, baik itu perkebunan maupun refinery untuk segera didata lengkap. Sehingga ke depannya Pemerintah Provinsi Riau bisa mengoptimalkan DBH yang dihitung dari luasan (perkebunan) dan perusahaan yang ada di Riau," harapnya.
Menurut Gulat, besaran DBH sawit yang diterima Riau tahun 2023, yakni sekitar Rp392 miliar masih belum menggambarkan Riau sebagai provinsi kelapa sawit.
Melihat potensi sektor perkebunan kelapa sawit di Riau, angka itu baru setengahnya, hanya gegara data kita tidak lengkap, maka argumen ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI tidak kuat.
"Sekali lagi, Gulat berharap Gubernur Riau melakukan pendataan ulang semua korporasi yang ada di Riau, baik hulu, hilir dan refinery. Ini bukan pekerjaan sulit lantaran tinggal berkordinasi saja ke Satgas Kelapa Sawit. Ini semua untuk kebaikan bersama," tandasnya.
Komentar Via Facebook :